Sabtu, 07 Januari 2012

Kerukunan antar Umat Beragama

A.       Pengertian Islam Rahmatan lil’alamin
 Pengertian islam
Kata “islam” adalah kata bahasa arab yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi “islaman” yang berarti damai.
 Pengertian rahmatan
Kata ‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’ yang artinya kasih sayang.
Pengertian lil’alamin
Kata “Al-alamin” adalah kata bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Pernyataan  bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ         
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

B.        Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
B. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung masalah ukhuwah, yaitu di antaranya :
1) Ukhuwah ‘ubudiyah, yaitu saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada
    Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah
     bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
     Rasulullah Saw. juga menekankan lewat sabda beliau,
Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara.
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan
    kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, yaitu persaudaraan antarsesama Muslim.
    Rasulullah Saw. bersabda,
                                                                             انتم اصحابي اخوانناالدين ياتون بعدى
Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang dating
sesudah (wafat)-ku.

Ukhuwah Islamiyh dan Ukhuwah Insaniyah
1.      Makna Ukhuwah Islamiyah
            Kata Ukhuwah berarti persaudaraan. Maksudnya perasaan simpati atau empati antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki perasaan yang sama, baik suka maupun duka. Jalinan perasaan itu menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami kesulitan. Ukhuwah dan persaudaraan yang berlaku bagi sesama muslim disebut ukhuwah islamiyah.
            Persaudaraan sesama muslim adalah persaudaraan yang tidak dilandasi oleh keluarga, suku, bangsa, dan warna kulit, namun karena perasaan seaqidah dan sekeyakinan. Nabi mengibaratkan antara satu muslim dengan muslim lainnya ibaratkan satu tubuh. Apabila ada satu bagian yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Rasulullah SAW juga bersabda : ” tidak sempurna iman salah seorang kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri “. Hadis di atas berarti, seorang muslim harus dapat merasakan penderitaan dan kesusahan saudara yang lainnya. Ia harus selalu menempatkan dirinya pada posisi saudaranya.
            Antara sesama muslim tidak ada sikap saling permusuhan,dilarang mengolok-olok saudaranya yang muslim. Tidak boleh berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain ( Q.S al-Hujurat: 11-12)
            Sejarah telah membuktikan bagaimana keintiman persahabatan dan lezatnya persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum anshar. Kaum muhajirin rela meninggalkan segala harta, kekayaan, dan keluarganya di kampung halaman. Demikian juga kaum anshar dengan penuh keikhlasan menyambut dan menjadikan kaum Muhajirin sebagai saudara. Peristiwa inilah awal bersatunya dua hati dalam bentuk yang teorisentrik dan universal sebagai hasil dari sebuah persaudaraan yang dibangun Nabi atas dasar kesamaan aqidah.
                Dapat disimpulkan bahwa ukhuwah Islamiyah merupakan hal yang pokok dan mendasar yang harus ditegakkan demi kelangsungan kejayaan umat Islam, maka dari Umat Islam harus selalu meningkatkan dakwah Islamiah dan Amar Makruf Nahi Mungkar, agar persatuan dan kesatuan dikalangan umat dapat ditegakkan. Sekaligus umat Islam harus senantiasa menyadari akan pentingnya Ukhuwah Islamiyah sebagai modal menuju kemenangan cita-cita Islam. Kemenangan itu tidak akan tercapai tanpa adanya kekuatan. Dan kekuatan tidak akan terwujud tanpa adanya persatuan. Sedangkan persatuan tidak akan mungkin tercapai tanpa adanya Ukhuwah Islamiyah.

2.      Makna Ukhuwah Insaniyah
            Persaudaraan sesama manusia disebut ukhuwah insaniyah. Persaudaraan ini dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Perbedaan keyakinan dan agama juga merupakan kebebasan pilihan yang diberikan Allah. Hal ini harus dihargai dan dihormati.
            Persaudaraan dengan seluruh umat manusia (Ukhuwah Insaniyah) mengandung arti bahwa seluruh umat manusia adalah saudara karena mereka berasal dari seorang ayah dan ibu. Manusia mempunyai motivasi dalam menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang tumbuh dan berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal.
            Seluruh manusia di dunia adalah saudara. Tata hubungan dalam Ukhuwah Insaniyah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan martabat kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil dan damai. Ukhuwah Insaniyah bersifat solidaritas kemanusiaan. Sedangkan Ukhuwah Wathaniyah yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. Pada diri manusia perlu ditumbuhkan persaudaraan yang berdasarkan atas kesadaran berbangsa dan bernegara. Seluruh bangsa Indonesia adalah saudara. Tata hubungan Ukhuwah Wathaniyah menyangkut hal-hal yang bersifat sosial budaya. Ukhuwah Wathaniyah merupakan spirit bagi kesejahteraan kehidupan bersama serta instrumen penting bagi proses kesadaran sebuah bangsa dalam mewujudkan kesamaan derajat dan tanggung jawab.
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat islami atau yang diajarkan oleh Islam”. Ukhuwah Islamiyah yang bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat Islam.
Di dalam kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan :
(a)   Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada Allah.
(b)   Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
(c)     Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
(d)   Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antarsesama Muslim.

Manfaat ukhuwah Islamiyah :
1.      Merasakan lezatnya iman.
2.      Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat
3.       Mendapatkan tempat khusus di surga.

Hakekat Ukhuwah Islamiyah :
·         Nikmat Allah (Q.S. Ali Imron:103)
·         Perumpamaan tali tasbih (Q.S.Az-Zukhruf :67)
·          Merupakan arahan Rabbani (Q.S. Al-Anfal:63)
·         Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S. Al-hujurat:10)

Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
a)      Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai
b)      Memohon didoakan bila berpisah
c)       Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
d)      Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
e)      Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara).
f)       Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu.
g)      Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya.
h)      Memenuhi hak ukhuwah saudaranya.
i)        Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan.
Untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses terbentuknya ukhuwah Islamiyah antara lain :
1)      Melaksanakan proses Ta’aruf
Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran (Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan terhadap suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi dan diikuti, dan lain sebagainya. Pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku.
2)      Melaksanakan proses Tafahum
Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Dengan saling memahami maka setiap individu akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Saling memahami keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal.
3)      Melakukan At-Ta’awun (Q.S. Al-maidah:2)
    Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan aman (saling bantu membantu).
4)      Melaksanakan proses Takaful
     Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi SAW dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika seorang sahabat kehausan dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi, air itu diberikan lagi kepada sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya (itsar). Inilah ciri utama dari ukhuwah islamiyah.

Tri Kerukunan Umat Beragama
Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tri Kerukunan Umat Beragama tersebut ialah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan.

1. Kerukunan Intern Umat Beragama
Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, misalnya Islam-perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Quran dan AsSunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama. Konsep ukhuwah islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang menyebabkan peristiwa konflik. Konsep ini mengupayakan berbagai cara agar tidak saling mengklaim kebenaran. Justru menghindarkan permusuhan karena perbedaan mazhab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tentram, rukun, harmonis, dan penuh kebersamaan.

2. Kerukunan Antar Umat Beragama
Konsep kedua ini mengandung makna kehidupan beragama yang tentram, harmonis, rukun dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada sikap saling curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing. Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun, damai, tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam bingkai NKRI yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut merupakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut dipegang teguh secara konsekuen oleh masing-masing warga negara.

3. Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah
Allah berfirman dalam Al Qur`an, yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(Q.S. An Nisa` : 59). Ayat diatas membimbing umat Islam, apabila mereka bercita-cita agar hidupnya bahagia di dunia dan akhirat maka wajib baginya menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah dan Rasulnya. Dalam hidup berbangsa dan bernegara juga diajarkan supaya menaati ulil amri (penguasa) yang taat kepada Allah dan rasulnya, termasuk segala peraturan perundang-perundangan yang dibuatnya sepanjang tidak dimaksudkan untuk menentang kepada ketetapan Allah dan rasulnya.Berangkat dari situ maka tidak halangan bagi orang mukmin maupun sesama pemeluk agama untuk tidak mentaati pemerintah. NKRI memang bukan negara agama, artinya negara tidak mendasarkan kehidupan kenegaraannya pada salah satu agama atau theokratis. Tetapi, pemerintah berkewajiban melayani dan menyediakan kemudahan-kemudahan bagi agama-agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha serta memikul tugas kerukunan hidup umat beragama.UUD 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap pemeluk agama bebas menganut agamanya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

D. KERJASAMA YANG DIPERBOLEHKAN ANTAR SESAMA MANUSIA BERBEDA AGAMA
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi agama dan sosiologi. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khusus untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial antara manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun sosial tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Misalnya di bidang politik, sekelompok pemuda dalam Karang Taruna bekerjasama mensukseskan kegiatan Peringatan HUT Kemerdekaan RI tanpa mengindahkan perbedaan agama yang mereka anut. Di bidang ekonomi, Hiruk pikuk pasar adalah bukti nyata hal ini, hampir dipastikan segala proses transaksi perdagangan dan proses take and give di sana sama sekali tidak memperhatikan faktor agama. Di bidang sosial, Kerjasama sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin antar anggota kedua kelompok. Kerjasama ini terjadi dalam bentuk kunjungan antar tetangga, makan bersama, mengizinkan anak-anak untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain.

E. KERJASAMA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN ANTAR SESAMA MANUSIA BERBEDA AGAMA
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri pihak lain. Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad SAW, dan orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Islam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’ hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku”. Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan.


C.      Kerjasama Dalam Islam
Manusia di takdirkan Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
                    I.            Kerja sama intern umat beragama
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
a)      Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
b)      Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
c)      Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
d)      Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan.Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ”Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.
Ukhuwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya penghayatan terhadap nilai-nilai islam. Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
1)      Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
2)      Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3)      Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.

                              II.            Kerja sama antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yang lahir dari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen dapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa, nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan, kebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologi. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khusus untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.

Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian, menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerjasama yang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam.
Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar